Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) mengumumkan bahwa biaya transaksi elektronik, termasuk QRIS, akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Namun, ada juga beberapa biaya yang dikecualikan atau bebas pajak.
PPN pada biaya transaksi elektronik, termasuk QRIS, bukanlah hal baru dan sudah lama menjadi objek pajak. Ditjen Pajak secara tegas menyatakan bahwa biaya ini akan dikenakan PPN sebesar 12% pada tahun 2025, meningkat dari tahun ini yang sebesar 11%.
“Ini bukan objek pajak baru,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin (23/12).
Ketika pengguna membayar tagihan listrik, misalnya, dikenakan biaya layanan dan biaya administrasi. PPN sebesar 12% yang dipungut akan dihitung berdasarkan besaran biaya layanan dan biaya administrasi tersebut.
Demikian pula, jika penjual dikenakan biaya layanan atas produk yang terjual di e-commerce, maka PPN 12% dihitung dari besaran biaya layanan tersebut, bukan dari nilai transaksinya.
Komisi atas jasa perantara pembayaran penjualan barang dan/atau jasa yang diterima penyedia marketplace dan biaya transaksi yang dibayarkan pemasang iklan kepada penyelenggara iklan baris (classified ads) juga termasuk dalam objek PPN 12%. Merchant Discount Rate (MDR) adalah biaya yang harus dibayarkan pedagang kepada Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) atas transaksi menggunakan layanan pembayaran seperti QRIS. Besaran biaya MDR adalah 0% atau gratis untuk transaksi di bawah Rp 100 ribu dan 0,3% untuk transaksi di atas Rp 100 ribu. Namun, Bank Indonesia (BI) menggratiskan biaya MDR untuk transaksi di bawah Rp 500 ribu per Desember.
Oleh karena itu, pedagang tidak membayar MDR jika konsumen bertransaksi di bawah Rp 500 ribu. Dengan demikian, tidak ada PPN yang dibayarkan kecuali untuk transaksi di atas Rp 500 ribu.
Beberapa biaya lain yang termasuk dalam objek PPN 12% adalah:
- Bunga pinjaman, misalnya pada layanan paylater
- Denda pinjaman
- Biaya isi ulang atau top up saldo maupun pulsa
PPN dikenakan pada biaya layanan transaksi elektronik, termasuk QRIS. Oleh karena itu, besaran PPN dihitung berdasarkan biaya layanan, bukan dari nilai transaksi.
Misalnya, jika pengguna membayar tagihan listrik sebesar Rp 500 ribu di e-commerce dan dikenakan biaya layanan Rp 3.500, maka PPN dihitung dari Rp 3.500, bukan dari Rp 500 ribu.
PPN tersebut dipungut oleh penyedia layanan uang elektronik yang termasuk dalam jasa kena pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 3 PMK Nomor 69 Tahun 2022. Penyedia layanan tersebut meliputi:
- Dompet Elektronik
- Gerbang Pembayaran
- Switching
- Kliring
- Penyelesaian Akhir
- Transfer Dana, termasuk layanan teknologi blockchain atau distributed ledger
Ketika ditanya apakah seluruh transaksi elektronik tersebut dikenakan PPN 12%, Dwi tidak memberikan jawaban pasti. Namun, ia memberikan contoh perhitungan dengan menggunakan angka PPN 12%.
Sementara itu, daftar biaya transaksi elektronik yang bebas dari PPN, sebagaimana diatur dalam PMK 69 Tahun 2022, meliputi:
- Pasal 8: Uang dalam media Uang Elektronik atau Dompet Elektronik, termasuk bonus poin, top up poin, reward poin, dan loyalty poin
- Pasal 9: Penyerahan layanan Transfer Dana dalam bank yang sama kepada nasabah pemilik giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan